Kamis, 26 September 2013

Hukum Mendel



HUKUM MENDEL
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel. [sunting] Hukum segregasi (hukum pertama Mendel) [Image] [Image]Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa padapembentukan gamet (sel kelamin), kedua 
gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.
Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R). Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina(misalnya RR dalam gambar di sebelah). Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya. [sunting] Hukum asortasi bebas (hukum kedua Mendel)Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gensifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.
Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya.
Pada gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.


PRINSIP HUKUM MENDEL


PRINSIP HUKUM MENDEL

Prinsip hukum Mendel ada 2, yaitu :

1. Hukum I Mendel (prinsip segregasi bebas/hukum pemisahan gen) yang berbunyi :
"Gen - gen yang mengendalikan suatu ciri tertentu, memisah sewaktu pembentukan gamet (sel kelamin)"

2. Hukum II Mendel (hukum pengelompokan gen secara bebas) yang berbunyi :
"Jika dua pasang alel dipelajari dalam satu persilangan yang sama, maka ciri - ciri yang dikendalikan oleh alel tadi membentuk golongan - golongan secara bebas terhadap sesamanya"
hukum mendel I dan II
Mendel menemukan prinsip dasar hereditas dengan membudidayakan kacang ercis dalam suatu percobaan yang terencana dan teliti. Prinsip dasar hereditas yang ditemukan oleh Mendel dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel Mendel II.



Hukum Mendel I (Segregation of allelic genes)
Hukum Mendel I disebut juga hukum segregasi adalah mengenai kaidah pemisahan alel pada waktu pembentukan gamet. Pembentukan gamet terjadi secara meiosis, dimana pasangan – pasangan homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi/ terjadi pemisahan alel – alel suatu gen secara bebas dari diploid menjadi haploid. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya
Fenomena ini dapat diamati pada persilangan monohybrid, yaitu persilangan satu karakter dengan dua sifat beda.



Persilangan Monohibrid
P1
UU
x
uu

(Ungu)

(Putih)
G1
U
x
u
F1

Uu

Pada waktu pembentukan gamet betina, UU memisah menjadi U dan U, sehingga dalam sel gamet tanaman ungu hanya mengandung satu macam alel yaitu alel U. Sebaliknya tanaman jantan berbunga putih homozigot resesif dan genotipenya uu. Alel ini memisah secara bebas menjadi u dan u, sehingga gamet – gamet j antan tanaman putih hanya mempunyai satu macam alel , yaitu alel u. Proses pembentukan gamet inilah yang menggambarkan fenomena Hukum Mendel I.


Hukum Mendel II (Independent Assortment of Genes)
Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Menurut hukum ini, setiap gen / sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen / sifat lain. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet pada persilangan dihibrid.


Persilangan Dihibrid
P1
BBKK
x
bbkk

(Biji bulat berwarna kuning)

(Biji keriput Hijau)
G1
BK
x
bk
F1

BbKk

P2
BbKk
x
BbKk
G2
BK, Bk, bK,bk

BK, Bk, bK,bk
Pada waktu pembentukan gamet parental ke-2, terjadi penggabungan bebas (lebih tepatnya kombinasi bebas) antara B dan b dengan K dan k. Asortasi bebas ini menghasilkan empat macam kombinasi gamet, yaitu BK, Bk, bK, bk. Proses pembentukan gamet inilah yang menggambarkan fenomena Hukum Mendel II

statua kesadaran


Status kesadaran
Keterangan

Compos menitis
Apabilah pasien mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang di berikan
Apatis
Pasien mengalami keadaan acuh tak acuh terhadap keadaan di sekitarnya
Somnolen
Pasien memiliki kesadaran yang lebih rendah ,ditandai dengan kelihatan mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsive terhadap rangsangan ringan dan masih memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat
Spoor
Pasien tdak memberikan respon ringan maupun sedang tetapi masih memberikan respon sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya reflex pupil terhadap cahaya yang masih positif
Koma
Pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun reflex pupil terhadap cahaya tidak ada
Delirium
Pasien disorientasi sangat iritatif kacau dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik

Minggu, 03 Maret 2013

pemberian obat



A. PENGERTIAN OBAT
Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit.

B. JENIS DAN BENTUK OBAT
1. Obat – obatan dalam bentuk padat
a. Bubuk
b. Tablet
c. Pil
d. Drase
e. Kapsul
f. Salep dan pasta
g. Supositoria
2. Obat – obatan dalam bentuk cair
a. Sirup
b. Tetesan / drop
c. Cairan suntik

C. “ENAM BENAR” PEMBERIAN OBAT
1. Benar obat
Apabila obat pertama kali di programkan, bandingkan tiket obat atau format pencatatan unit-dosis dengan instruksi yang ditulis dokter. Ketika memberikan obat bandingkan label pada wadah obat dengan format atau tiket obat. Hal ini dilakukan tiga kali yaitu (1) sebelum memindahkan wadah obat dari laci atau almari, (2) pada saat sejumlah obat yang di programkan dipindahkan dari wadahnya, (3) sebelum mengembalikan wadah obat ke tempat penyimpanan.
2. Benar dosis
Apabila sebuah obat harus disediakan dari volume atau kekuatan obat yang lebih besar atau lebih kecil dari yang dibutuhkan atau jika seorang dokter memprogramkan suatu sistem perhitungan obat yang berbeda dari yang disediakan oleh ahli farmasi, risiko kesalahan meningkat.
3. Benar klien
Langkah paling penting dalam pemberian obat dengan aman adalah meyakinkan bahwa obat tersebut di berikan pada klien yang benar. Untuk mengidentifikasi klien dengan tepat, periksa kartu, format atau laporan pemberian obat yang dicocokan dengan identifikasi klien dan meminta klien menyebutkan namanya.
4. Benar rute pemberian
Apabila sebuah instruksi obat tidak menerangkan rute pemberian obat, perawat mengonsultasikannya kepada dokter. Demikian juga, bila rute pemberian obat bukan cara yang direkomendasikan, perawat harus segera mengingatkan dokter.
5. Benar waktu
Harus mengetahui alasan sebuah obat diprogramkan untuk waktu tertentu dalam satu hari dan apakah jadwal tersebut dapat diubah.
6. Benar pendokumentasian
Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera untuk mencatat informasi sesuai dengan obat – obatan yang telah diberikan. Hal ini meliputi nama obat, dosis, rute, waktu dan tanggal serta inisial dan tanda tangan pelaksana pemberi obat.